“Surabaya banjir lagi,” kata Bang Idrus saat menonton siaran berita di tv.
“Bagaimana bisa mengurus Jakarta nantinya?” Mas Duki menimpali.
Obrolan di pos ronda di pinggiran wilayah Jakarta Barat itu tengah membahas banjir Surabaya yang terjadi hingga sabtu malam, 1 Februari 202o. Sudah menjadi kebiasaan warga selalu berkumpul di pos ronda meski hanya sekedar ngobrol.
Obrolan yang diselingi cerita-cerita konyol saat banjir kemarin, kemudian ada celetukan warga yang membuatku berpikir lain.
“Seyang sekali, Bu Risma perempuan. Apa bisa melewan isu agama nantinya?” kata mantan Timses Ahok-Djarot.
Saya kemudian teringat dengan wacana Ibu Tri Rismaharini akan maju di Pilkada DKI Jakarta 2022 nanti. Setelah berkuasa dua priode di Surabaya, Ibu Risma digadang akan menggantikan Gubenur Anies Baswedan di Pilkada DKI Jakarta.
Oh iya, persoalan banjir, Gubenur Pak Anies sudah kenyang dengan gugatan warganya dan serangan opini negatif. Selain persoalan macet, banjir cukup vital sebagai isu yang terus digoreng.
Banjir yang sudah menjadi langganan, setiap warga Jakarta pasti menginginkan sosok pemimpin yang mampu memberi solusi dalam penangan banjir. Sementara itu, Surabaya dengan luas separuh dari Jakarta pun sama dihadapkan dengan persoalan banjir.
Sebagai wali kota berprestasi, jalan menuju orang nomor satu di Ibukota belum tentu bisa mudah begitu saja yang akan dilalui Ibu Risma. Hanya saja pertarungan politik di Jakarta begitu keras dengan isu-isu yang disebarkan buzzer di media sosial.
Seperti yang dialami Ahok, Calon Gubenur petahana yang kalah akibat kasus pelecehan ayat suci Al-quran. Persoalan semakin berkembang menjadi isu agama.
Bisa jadi, kemungkinan isu agama kembali digoreng untuk menjatuhkan Ibu Risma. Apalagi sekarang Ahok dan Ibu Risma adalah kader PDI Perjuangan.
Jika Ahok non muslim, Ibu Risma yang muslimah pun akan terjegal dengan isu gender dalam kemasan agama. Di mana dalam ajaran Islam tertulis QS. An-nisa ayat 34, “Kaum laki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum wanita.”
Sebagai negara demokrasi, pemilihan kepala daerah sebenarnya tidak dilihat dari gender. Terbukti banyak kepala daerah yang dlijabat perempuan.
Lain hal di Jakarta, sekecil apa pun isu, jika diucapkan publik figur bisa menjadi tranding topik di media sosial.
Saya sangat khawatir, prestasi besar Ibu Risma membangun Surabaya akan tenggelam bersama isu politik salah kaprah.
Iklim politik selalu berubah. Popularitas sosok calon pemimpin dengan segudang ilmu dan prestasi saja tidak cukup untuk mendapat perhatian warga Jakarta, namun suara buzzer pun bisa menjadi kekuatan gaib yang bisa melumpuhkan popularitas siapa pun.
Apa iya, warga Jakarta yang heterogen masih terpengaruh isu agama yang digunakan untuk menjatuhkan lawan politik?
Penulis: Mang Pram
sumber: https://www.kompasiana.com/mangpram/5e35ba44d541df691d43d272/isu-agama-bisa-jadi-penghalang-risma-menggantikan-anies?page=all